Judul : Tafsir al-Qur’anul Madjied “An-Nur”
Penulis : Prof. T. M. Hasby Ash-Shiddiqie
Penerbit : N.V. Bulan Bintang, Jakarta
Cetakan : kedua, Tahun 1965
Jumlah jilid : 30 juz
Allah menjadikan al-Qur’an sebagai reformasi besar kemanusiaan dengan kekuatan yang mempengaruhi setiap jiwa, sebagai kitab suci untuk seluruh manusia hingga akhir zaman, al-Qur’an menghadapi masyarakat dengan kebudayaan yang terus berkembang dan maju. Substansi ajaran al-Qur’an tidak bermaksud menciptakan masyarakat yang seragam diseluruh belahan bumi sepanjang massa, tetapi memberikan prinsip-prinsip umum, yang memungkinkan terwujudnya pola keseimbangan hidup didalam masyarakat dan pada gilirannya mewujudkan suasana ketentraman hidup dibawah ridha dan naungan Tuhan; terciptanya Baldatun Thayyibatun Warabbun Ghafur.
Indonesia sebagai Negara kesatuan yang tak lepas dari pulralnya budaya masyarakat tak terelakkan juga beragamnya agama. Namun Islam sebagai agama mayoritas bertugas penuh membina, membimbing dan menjadikan kemasyarakatan Indonesia yang damai dan tenteram antar masyarakatnya yang majemuk tadi dan sebagai Negara yang berlandaskan ketuhanan. Namun hal ini akan tercipta (kerukunan antar umat) “salah satu”nya adalah dengan bagaimana dalam sebuah agama, umatnya (pemeluka) dapat mengapresiasikan pedoman pokoknya dalam kehidupan sehari-hari dalam hal ini adalah al-Qur’an dan al-Hadis.
Tersebut, Teungku M Hasbie Ash Siddiqie sebagai ulama Indonesia terkemuka pada tahun 60-an yang salah satu dari beberapa ulama’ Indonesia ikut menaruh perhatiannya pada masyarakat terutama dalam kaijian agama (al-Quran dan al-Hadis) terlihat dari beberapa karya-karya monumenttalnya dalam al-Quran seperti Tafsir Al-Quranul Madjid yang Ia beri nama An-Nur. Dan inilah yang menjadi pokok kajian dalam Book review kali ini.
A. Sekilas tentang Pengarang
Muhammad Hasbi Ash-Siddiqie, lahir di Lokseomawe , Aceh utara pada tanggal 10 Maret 1904, beliau lahir dalam lingkungan ulama’ dan pejabat dan Ia memilki silsilah keturunan sampai pada sahabat Rasulullah SAW. Abu Bakar As-Shiddiq. Beliau merupakan salah satu putera dari pasangan Teungku Amrah, puteri dari Teungku Abdul Aziz pemangku jabatan Qadhi Chik Maharaja Mangkubumi dan Alhajj Teungku Muhammad Husen bin Muhammad Mas’ud. Beliau menjadi anak yatim (ditinggal wafat oleh ibunya) persis ketika Ia masih berumur 6 tahun dan langsung diasuh oleh Teungku Syamsyiah (bibinya). Dan Hasbi kecil mulai belajar nyantri waktu berumur 8 tahun dari daerah satu ked ayah lain yang berada di sekitar bekas kerajaan Pasai dulu.
Ada beberapa hal menarik dalam kepribadian Hasbi Ash-Siddiqi:
Pertama: Ia adalah seorang yang otodidak, pendidikan yang ditempuh dari dayah kedayah yang lain, hanya satu setengah tahun Ia duduk dalam bangku sekolah al-irsyad (1926) dengan modal pendidikan formal tersebut Ia bisa menujukkan dirinya sebagai pemikir bertaraf nasional bahkan sampai iternasional. Dan tercatat Ia adalah orang pertama yang menyuarakan adanya pembaharuan dalam pemikiran islam.
Kedua: dalam dakwah pembaharuannya Ia memulai didaerahnya Aceh, namun dalam perjalanannya Hasbie sering dikucilkan oleh masyarakatnya bahkan sampai ditawan hal ini disebabkan karena masyarakat yang sangat fanatik pada prinsip agama yang sudah dipegang.
Ketiga: menarik ketika pendapat yang Ia tawarkan juga selalu berbeda dengan Persis dan Muhammadiyah yang dimana Ia juga merupakan anggota dari kedua Organisasi tersebut. Dan Keempat:Ia tercatat sebagai orang pertama yang menyuarakan adanya pemabaharuan Fiqh yang berorientasi keindonesiaan
Dalam karir akademik, Ia memperoleh dua gelar Doctor Honoris Kausa sekaligus, berkat jasa-jasa dalam pemikiran hususnya di Perguruan Tinggi Islam dan Perkembangan Ilmu Pengetahuan Keislaman di Indonesia, satu diraih di UNISBA Bandung dan keduanya diraih di UIN Sunan Kalijaga Jogjakarta, pada tanggal 29-oktober 1975. Beliau wafat pada tanggal 9 desembaer 1975 setelah pulang dari ibadah haji. Dengan meninggal warisan-warisan keilmuan dalam bentuk pemikiran, buku, artikel dan lain-lain.
B. Seputar Tentang Tafsir An-Nur; Metode dan Sistematika Dalam Penafsiran
Dalam sebuah pengantarnya Hasbie memaparkan bahwa “An-Nur” bukanlah sebuah “buku” tafsir saduran dariarya tafsir klasik semata namun beliau juga mengambil referensi dari beberapa tafsir kalsik yang lain, baik mengenai tafsir maupun terjemahannya kebahasa Indonesia. Ada beberapa kitab tafsir yang menjadi rujukan beliau diantaranya:
Dalam menyusun tafsir An-nur Hasbie berpedoman pada sejumlah tafsir induk, baik dari tafsir bi al-Ra’yu maupun bil ma’tsur seperti tafsir al-Quran al-‘Adzim karya Ibnu Katsir, Tafsir al-Manar, tafsir al-Qasimy, tafsir al-Maraghi dan tafsir al-Wadlih.
Terkhususkan dalam penerjemahan ayat al-Qur’an kedalam bahasa Indonesia, hasbie hanya berpedoman pada tafsir Abu Su’ud, tafsir Shiddieq Hasan Chan dan tafsir al-Qasimy.
Mengenai materi tafsir Beliau lebih banyak mengambil panduan dari Tafsir al-Maraghi dimana al-Maraghi juga merupakan ikhtisar dari tafsir al-Manar.
C. Isi Tafsir an-Nur
Dalam kajian tafsir dikenal ada empat metode yang dipakai ulama’ dalam menyajikan penjelasan makna al-Qur’an, ijamali (global) , tahlili (analitis) , muqarin (komparasi), dan maudhu’i (tematik) . Berkaitan dengan ini, Hasbie As-Shiddiqie Dalam menyajikan tafsirnya lebih cenderung menggunakan metode tahlili yakni dengan memaparkan ayat demi ayat dan menjelaskan maknanya serta ditafsiri dan menjelaskan secara gamblang makna harfiah oerharfiah dan atau kalimat demi kalimat, lebih jelasnya, penulis merangkum metode dan sistematika dalam Tafsir An-Nur ini:
Sebelum memulai tafsir dari surat al-Fatihah terlebih dahulu Ia mengemukakan pentingnya “Ta’awwudz” kedudukannya dalam membaca al-Qura’n.
Pencantuman ayat dengan terjemahannya dalam bahasa Indonesia.
Pembahasan dilakukan Dengan metode analitis (tahlili): dengan mengemukakan ayat-ayat yang ditafsirkan, kalimat perkalimat
Menerangkan ayat-ayat yang terdapat dalam surat yang berbeda dengan kata lain Ia berusaha menjelaskan ayat-ayat yang beredaksi mririp yang mungkin terdapat dalam surat yang berbeda, yang memungkinkan ayat yang sedang ditafsiri bisa ditafsirkan dengan ayat yang lainnya (tafsir al-Qur’an bi al-Qur’an)
Mencantumkan Asbabunnuzul suatu ayat (bila ada), dalam hal ini Beliau mencantumkan beberapa Asbabunnuzul yang terdapat dalam kitab Tafsir lainnya, dan finalnya Ia menentukan Asbabunnuzul yang Shahih dan dapat dijadikan patokan dalam penafsiran.
Dalam pembahasannya, Hasbie kerapkali juga mencantumkan pendapat ulama’ klasik mengenai makna sebuah ayat.
Setelah satu ayat selesai ditafsirkannya, beliau juga memeberi kesimpulannya hal ini dapat mempermudah pembaca memahami dengam cepat dan mudah dari penafsiran yang Ia tawarkan
D. Contoh Penafsiran
Untuk mempermudah Supaya tulisan ini lebih bisa dicerna, penulis mencantumkan satu contoh penafsiran yang dilakukan dalam tafsir An-Nur nya: yakni surat al-Baqarah ayat 223
Isteri-isterimu adalah (seperti) tanah tempat kamu bercocok tanam, Maka datangilah tanah tempat bercocok-tanammu itu bagaimana saja kamu kehendaki. dan kerjakanlah (amal yang baik) untuk dirimu, dan bertakwalah kepada Allah dan Ketahuilah bahwa kamu kelak akan menemui-Nya. dan berilah kabar gembira orang-orang yang beriman.
Asbabunnuzul: ayat ini turun untuk merespon mitos-mitos yang timbul dari kalangan yahudi, yakni jika sesorang mendatangi isterinya dari belakang maka esok anaknya akan lahir juling (cacat).
Nisa’ukum hartsun lakum fa’tu hartsakum anna syi’tum: maksudnya: tak ada kesalahan bagi kamu mendatangi isteri-isterimu dengan salah satu cara yang kamu kehendaki dan darimanapun yang kamu sukai karena mereka adalah isterimu,asalkan pada tempat yang sudah ditentukan. Zlahirnya ayat ini membolehkan untuk mendatangi isteri sesuka hati kita namun harus lewat “pintu” yang satu.
Sebagian Mufassirin berkata ayat ini membolehkan mendatangi isteri lewat duburnya.
Waqaddimu Lianfusikum wattaqullaha
Maksudnya: kita harus laksanakan dengan segera semua hal yang menjadi kepantingan kita pribadi yakni dalam bentuk amal yang shalih, tak ada yang bermanfaat bagi manusia dimasa tuanya, selain anak yang berbakti dan bermanfaat bagi agamanya dan dunianya. Hal ini sesuai dengan hadis Nabi SAW. yang artinya: “bahwasanya anak yang shalih adalah dari usaha manusia yang member manfaat kepadanya sesudah matinya”
Dan tidaklah seorang anak akan menjadi shalih melainkan dengan adanya rasa tanggung jawab dari kedua orang tuanya, yakni dengan memberikan pendidikan yang mapan, contoh budi pekerti yang luhur dan berperangai tinggi. Hal ini dirasa penting bagi kita, untuk sikap memilih dan berusaha mencari pasangan yang sesuai kriteria diatas yang dengannya menjadikan generasi kita menjadi lebih baik dan bermanfaat bagi kita diakhirat.
Wa’lamu Annakum mulaaquh:
Ketahuilah olehmu bahwa kamu akan menjumpai Tuhanmua esok diakhirat, maka Tuhanmu akan memberikan pembalasan terhadap kedurhakaanmu dan kamu akan meneguk adzab pedih karenanya.
Wabasysyiril mu’minin:
Berikanlah gambar gembira bagi orang mukmin yang tunduk dan patuh pada perintah Tuhan dan dalam urusan wanita dan anak, ia akan hidup bahagia didunia dan akhirat. Orang yang memilki isteri yang baik (shalih) dan memperbaiki kehidupan anak-anaknya ia akan hidup senang dan bahagia lantaran baik keduanya, baik isterinya dan akan baik juga anaknya.
Ikhtisar: dalam ayat ini menjelaskan bahwa bolehnya kita mendatangi isteri kita sebagaimana kita kehendaki disamping menyuruh kita mengerjakan amal-amal shalih karena kita semua pasti menjumpai Allah SWT.
E. Penutup
Akhirnya menurut penulis, Tafsir An-Nur karya T.M. Hasbi Ash-Siddiqi ini sangatlah khas dari segi metode penafsiran, maupun bahasa yang digunakan dibandingkan penafsiran yang dtawarkan oleh tokoh ulama’ indonesia sezamannya, dan tidaklah berlebihan jika tafsir ini dianggap sebagai karya tafsir pribumi yang sangat berbobot dan penting untuk dibaca, terhususkan bagi warga Indonesia sebagai penambah nilai keislaman dan perluasan wawasan khazanah keislaman.
Akankah muncul sosok Hasbie Ash-Siddiqie yang kedua di Indonesia........wallahu A’lam
Comments
Post a Comment