Menjelang akhir tahun Hijriyyah, banyak masyarakat yang menggelar doa akhir tahun berjamaah di musholla, masjid, kampus, sekolahan dan lainnya setelah shalat Ashar. Acara tersebut ini kemudian diteruskan dengan shalat Maghrib berjamaah dan membaca doa awal tahun setelahnya. Kenapa Maghrib? Karena sistem penanggalan Hijriyyah mengikuti siklus bulan (lunar system), yang mana hari baru dimulai setelah terbenamnya matahari.
Berikut ini adalah doa akhir tahun:
اَللَّهُمَّ مَا عَمِلْتُ مِنْ عَمَلٍ فِي هَذِهِ السَّنَةِ مَا نَهَيْتَنِي عَنْهُ وَلَمْ أَتُبْ مِنْه وَحَلُمْتَ فِيْها عَلَيَّ بِفَضْلِكَ بَعْدَ قُدْرَتِكَ عَلَى عُقُوبَتِي وَدَعَوْتَنِي إِلَى التَّوْبَةِ مِنْ بَعْدِ جَرَاءَتِي عَلَى مَعْصِيَتِكَ فَإِنِّي اسْتَغْفَرْتُكَ فَاغْفِرْلِي وَمَا عَمِلْتُ فِيْهَا مِمَّا تَرْضَى وَوَعَدْتَّنِي عَلَيْهِ الثّوَابَ فَأَسْئَلُكَ أَنْ تَتَقَبَّلَ مِنِّي وَلَا تَقْطَعْ رَجَائِ مِنْكَ يَا كَرِيْمُ
اَللَّهُمَّ أَنْتَ الأَبَدِيُّ القَدِيمُ الأَوَّلُ وَعَلَى فَضْلِكَ العَظِيْمِ وَكَرِيْمِ جُوْدِكَ المُعَوَّلُ، وَهَذَا عَامٌ جَدِيْدٌ قَدْ أَقْبَلَ، أَسْأَلُكَ العِصْمَةَ فِيْهِ مِنَ الشَّيْطَانِ وَأَوْلِيَائِه، وَالعَوْنَ عَلَى هَذِهِ النَّفْسِ الأَمَّارَةِ بِالسُّوْءِ، وَالاِشْتِغَالَ بِمَا يُقَرِّبُنِيْ إِلَيْكَ زُلْفَى يَا ذَا الجَلَالِ وَالإِكْرَامِ
Doa akhir dan awal tahun ini isinya meminta hal yang baik dan meminta semua amalan yang tidak baik diampuni. Sebagian mereka juga berpuasa satu hari di akhir tahun dan satu hari di awal tahun. Harapannya, akhir tahun diawali dengan ibadah puasa, begitu juga awal tahun, yang nantinya akan menuntun kepada kebaikan lainnya selama satu tahun yang akan datang.
Fadhilah puasa yang ada dalam beberapa riwayat dipermasalahkan statusnya. Bahkan ada yang menuduhnya hadis palsu dan para ulama salaf tidak pernah melakukannya. Begitu juga dengan doa akhir dan awal tahun berjamaah. Mari kita bahas satu per satu.
Ibn Taimiyyah mengatakan bahwa membaca hal-hal yang baik seperti berdoa atau membaca Alqur'an bersama tidaklah dilarang. Doa berjamaah, yang diisi dengan sedekah dan kajian keagamaan, adalah hal yang baik walaupun tidak pernah dilakukan sahabat dan ulama salaf. Namun, masyarakat di Indonesia bukanlah masyarakat di semenanjung Arabia yang bisa berdoa dan beribadah sendiri. Oleh karena itu, mereka perlu dibimbing dan selalu diajak bersama untuk melakukan kebaikan.
Beliau berkata dalam al-Fatawi al-Kubra Vol. I halaman 53:
مَسْأَلَةٌ: فِي فُقَرَاءَ يَجْتَمِعُونَ يَذْكُرُونَ وَيَقْرَءُونَ شَيْئًا مِنْ الْقُرْآنِ، ثُمَّ يَدْعُونَ وَيَكْشِفُونَ رُءُوسَهُمْ وَيَتَضَرَّعُونَ، وَلَيْسَ قَصْدُهُمْ بِذَلِكَ رِيَاءً وَلَا سُمْعَةً، بَلْ يَفْعَلُونَهُ عَلَى وَجْهِ التَّقَرُّبِ إلَى اللَّهِ، فَهَلْ يَجُوزُ ذَلِكَ أَمْ لَا؟
الْجَوَابُ: الْحَمْدُ لِلَّهِ رَبِّ الْعَالَمِينَ. الِاجْتِمَاعُ عَلَى الْقِرَاءَةِ وَالذِّكْرِ وَالدُّعَاءِ حَسَنٌ مُسْتَحَبٌّ إذْ لَمْ يُتَّخَذْ ذَلِكَ عَادَةً رَاتِبَةً، كَالِاجْتِمَاعَاتِ الْمَشْرُوعَةِ، وَلَا اقْتَرَنَ بِهِ بِدْعَةٌ مُنْكَرَةٌ. وَأَمَّا كَشْفُ الرَّأْسِ مَعَ ذَلِكَ فَمَكْرُوهٌ، لَا سِيَّمَا إذَا اُتُّخِذَ عَلَى أَنَّهُ عِبَادَةٌ، فَإِنَّهُ يَكُونُ حِينَئِذٍ مُنْكَرًا وَلَا يَجُوزُ التَّعَبُّدُ بِذَلِكَ.
Perihal riwayat yang dikatakan hadis palsu, itu memang bukan hadis. Namun itu adalah riwayat maqalah para ulama yang mempunyai pengalaman spiritual yang berbeda dalam menyambut akhir dan awal tahun. Oleh karena itu, fadhilah yang ada memang subyektif dan tidak ada satu pun yang bisa memverifikasi pengalaman spiritual tersebut. Namun tidak adanya verifikasi dalam pengetahuan tersebut juga kemudian tidak bisa otomatis dianggap salah.
Maka, apakah kemudian puasa yang secara mutlak dianggap ibadah, begitu juga doa dan jamaah dalam kebaikan, itu dilarang oleh Rasulullah SAW? Bayangkan bila Rasulullah SAW hidup pada zaman sekarang, yang lebih suka menulis status keagamaan di media sosial dan menyalahkan amaliah yang baik, apakah beliau akan tinggal diam? Ataukah beliau akan membela orang-orang yang melakukan kebaikan dan memusuhi orang-orang yang melarang kebaikan puasa dan doa tersebut?
Comments
Post a Comment