Hadis merupakan apa saja yang disandarkan pada Rasulullah SAW, baik perbuatan, perkataan, akhlak dan lainnya, baik dalam bentuk verbal maupun oral. Hadis ini kemudian menjadi dasar kedua dalam ajaran Islam sehingga harus dipelajari, baik secara langsung melalui kitab primer maupun komentar atau syarahnya, atau secara tidak langsung seperti melalui para mujtahid dan ulama salafush shalih. Tentunya belajar hadis tidak mudah, banyak istilah asing atau gharib al-hadis dan juga berbagai hadis yang saling kontradiktif (ta'arudl) sehingga dibutuhkan berbagai perangkat seperti ilmu hadis, ilmu sejarah, ilmu bahasa, ilmu sastra kuno Arab, ilmu linguistik, ilmu sosial dan lainnya.
(Baca: Ustadz Sunnah yang Tidak Mengikuti Sunnah)
Sesuai dengan perkembangan teknologi, hadis ini kemudian banyak didigitalkan dan dibuat menjadi program komputer. Di samping itu, munculnya media sosial menjadi sarana ampuh untuk menyebarkan hadis, di samping melalui kitabnya langsung. Ada yang menerapkan metode satu hari satu hadis, ada yang tematik tergantung isu aktual, ada yang teologis dan lain sebagainya. Namun terkadang hadis yang banyak disebarkan di internet cenderung menjadi kebiasaan yang sambil lalu, yang hanya disalin dan kemudian disebarkan tanpa dipelajari atau dihayati lebih dahulu. Ironisnya, banyak juga yang menggunakannya untuk menguatkan pendapat kelompoknya tanpa berusaha melakukan silang pustaka (cross references) sehingga pendapatnya kaku dan tidak dinamis.
(Baca: Kurangnya Literasi Kelompok Islam Baru)
Akibatnya, hadis menjadi liar di dunia maya dan tidak terkontrol penggunaannya. Situs-situs yang suka kajian hadis pun sering melakukan salin tempel (copy paste) dari situs lain dan tidak menggunakan rujukan primer. Padahal, orang yang berkata sesuka hatinya, tanpa pemahaman yang lebih dalam dan menyeluruh, dianggap sebagai orang yang mendustakan perkataan Rasulullah. Hadis diobral seperti sampah (spam) yang merasuki berbagai media sosial dan situs sehingga sangat mudah sekali mengklaim satu hadis untuk kepentingannya sendiri.
(Baca: Tidak Mengerti Sunnah, Teuku Wisnu Gagal Paham Poligami)
Oleh karena itu, obralan hadis di dunia maya harus disikapi dengan sikap dan tradisi literasi yang terbuka, mendalam dan menyeluruh serta tidak menganggap penjelasannya paling benar. Dengan begitu, hadis akan menjadi barang yang mahal, menjadi emas dan berlian yang tidak hanya indah dan dicari banyak orang, tapi juga mahal dan merupakan kebanggaan bagi para pemakainya.
(Baca: Ustadz Sunnah yang Tidak Mengikuti Sunnah)
Sesuai dengan perkembangan teknologi, hadis ini kemudian banyak didigitalkan dan dibuat menjadi program komputer. Di samping itu, munculnya media sosial menjadi sarana ampuh untuk menyebarkan hadis, di samping melalui kitabnya langsung. Ada yang menerapkan metode satu hari satu hadis, ada yang tematik tergantung isu aktual, ada yang teologis dan lain sebagainya. Namun terkadang hadis yang banyak disebarkan di internet cenderung menjadi kebiasaan yang sambil lalu, yang hanya disalin dan kemudian disebarkan tanpa dipelajari atau dihayati lebih dahulu. Ironisnya, banyak juga yang menggunakannya untuk menguatkan pendapat kelompoknya tanpa berusaha melakukan silang pustaka (cross references) sehingga pendapatnya kaku dan tidak dinamis.
(Baca: Kurangnya Literasi Kelompok Islam Baru)
Akibatnya, hadis menjadi liar di dunia maya dan tidak terkontrol penggunaannya. Situs-situs yang suka kajian hadis pun sering melakukan salin tempel (copy paste) dari situs lain dan tidak menggunakan rujukan primer. Padahal, orang yang berkata sesuka hatinya, tanpa pemahaman yang lebih dalam dan menyeluruh, dianggap sebagai orang yang mendustakan perkataan Rasulullah. Hadis diobral seperti sampah (spam) yang merasuki berbagai media sosial dan situs sehingga sangat mudah sekali mengklaim satu hadis untuk kepentingannya sendiri.
(Baca: Tidak Mengerti Sunnah, Teuku Wisnu Gagal Paham Poligami)
Oleh karena itu, obralan hadis di dunia maya harus disikapi dengan sikap dan tradisi literasi yang terbuka, mendalam dan menyeluruh serta tidak menganggap penjelasannya paling benar. Dengan begitu, hadis akan menjadi barang yang mahal, menjadi emas dan berlian yang tidak hanya indah dan dicari banyak orang, tapi juga mahal dan merupakan kebanggaan bagi para pemakainya.
Comments
Post a Comment