Literasi atau budaya membaca adalah kegiatan yang penting bagi manusia dalam kehidupannya. Kurangnya literasi menunjukkan kurangnya pengetahuan seseorang yang akan berdampak pada kehidupannya. Dampak ini bisa dampak langsung atau tidak langsung, jangka panjang atau pendek dan lainnya. Tidak adanya pengetahuan atau pengetahuan yang kurang bagi manusia sangat berbahaya. Kurangnya pengetahuan menjadikan manusia hanya mengerti beberapa hal saja, parsial, dan tidak komprehensif.
Keadaan ini mengakibatkan konflik dengan liyan, dan tidak perlu menunggu kapan selesainya konflik tersebut. Semakin lama pengetahuan itu tidak ditambah, maka semakin lama konflik yang akan terjadi. Di Indonesia, sebagaimana dirilis Central Connecticut State University in New Britain, CT., dalam World's Most Literate Nations Ranked pada 9 Maret 2016, literasi snagat rendah. Indonesia menduduki peringkat 60 dari 61 negara yang diteliti. Posisi ini persis di bawah Thailand dan di atas Botswana.
(Baca: Kurangnya Literasi Kelompok Islam Baru)
Dengan sedikit membaca, seseorang akan mudah dibohongi dan dipengaruhi. Hal ini akan berbahaya jika dibumbui dengan faktor agama sebagaimana terjadi pada Pemilihan Kepada Daerah (Pilkada) DKI Jakarta 2017 beberapa waktu lalu. Tafsir tunggal dan kebenaran mutlak atas pemahaman agama sangat berbahaya dan menyebabkan konflik yang berkepanjangan. Selain terkait dengan agama, rendahnya literasi juga terjadi di media sosial.
Berbagai postingan tulisan atau gambar dengan mudah sekali disebar tanpa merujuknya ke sumber asli. Akhirnya berbagai hoax tersebar dengan mudah di media sosial. Hoax ini tidak hanya mengintai orang yang sedikit membaca, tapi juga mereka yang fanatik terhadap pemahaman tertentu dan tidak kritis atas realita yang terjadi. Oleh karena itu, semakin banyak literasi, maka tingkat pemikiran kritis seseorang akan bertambah dan mengurangi hoax, ekstremisme agama serta klaim kebenaran tunggal.
Comments
Post a Comment