Judul : Tafsir al-Qur’an al-Karim al-Bayan
Pengarang : Prof. T.M. Hasbi
Ash-Shiddieqy
Penerbit : PT Al-Ma’arif, Bandung,
1974. Terdiri dari 4 jilid.
A.
Biografi singkat pengarang
Penulis
tafsir ini adalah Prof. Dr. Teungku Muhammad Hasbi bin Muhammad Husein bin
Muhammad Mas’ud bin Abd. Rahman Ash-Shiddieqy. Dilahirkan pada bulan Jumadil
Akhir 1321H/ 10 Maret 1907 M di Lhokseumawe + 273 km sebelah timur Banda
Aceh.Hasbi Ash-Shiddieqy menuntut ilmu dari para ulama di beberapa pondok
pesantren terkenal di Dayah, Blangkabu, Gendong, Krueng Mane, Kutaraja dsb.
Dari silsilahnya diketahui bahwa ia adalah keturunan ke-37 dari Abu Bakar Ash
Shiddieq.
Beliau mempelajari bahasa Arab daripada gurunya yang bernama Syeikh Muhammad ibn Salim al-Kalali, seorang ulama berbangsa Arab. Dan singkatnya, beliau memiliki keahlian dalam bidang ilmu fiqh dan usul fiqh, tafsir, hadis, dan ilmu kalam.
Beliau mempelajari bahasa Arab daripada gurunya yang bernama Syeikh Muhammad ibn Salim al-Kalali, seorang ulama berbangsa Arab. Dan singkatnya, beliau memiliki keahlian dalam bidang ilmu fiqh dan usul fiqh, tafsir, hadis, dan ilmu kalam.
Dengan
keahlian yang beliau miliki itu, T.M Hasbi ash-Shiddieqy juga dianugerahi dua
gelar Doktor Honoris Causa sebagai penghargaan di atas jasa-jasanya terhadap
perkembangan Perguruan Tinggi Islam dan perkembangan ilmu pengetahuan keislaman
Indonesia. Anugerah tersebut diperoleh dari Universitas Islam Bandung dan
(UNISBA) pada 22 Maret 1975, dan dari IAIN Sunan Kalijaga Yogyakarta pada 29
Oktober 1975.Hasbi Ash Shiddieqy meninggal dunia pada tanggal 9 Desember 1975.
Jasad beliau dikebumikan di pemakaman keluarga IAIN Ciputat Jakarta.
B.
Metode dan Sistematika Tafsir
al-Qur’an al-Karim al-Bayan:
Tafsir
al-Bayan
merupakan hasil karya kedua yang dikarang oleh Prof. T.M Hasbi ash-Shiddieqy
dalam bidang penafsiran al-Qur’an setelah karyanya yang pertama yaitu Tafsir
An-Nur yang diterbitkan pada tahun 1956. Pada Muqaddimah tafsir ini, Hasbi
Ash-Shiddieqy menulis: “Dengan inayah Allah Taala dan taufiq-Nya, setelah
saya selesai dari menyusun Tafsir An-Nur yang menerjemahkan ayat dan
menafsirkannya, tertarik pula hati saya kepada menyusun al-Bayan” . Hasbi Ash-Shiddieqy menyatakan sebab-sebab
penulisan tafsir ini adalah untuk menyempurnakan sistem penerjemahan yang
terdapat dalam Tafsir An-Nur karya pertamanya dalam bidang ini. Di
samping itu ia juga merasa bahwa terjemahan-terjemahan al-Qur’an yang beredar
ditengah- tengah masyarakat perlu dikaji dan ditinjau semula. Al-Bayan
yang dinamakan oleh pengarang adalah bermaksud “Suatu penjelasan bagi
makna-makna al-Qur’an”.
Adapun
metode yang dipakai oleh pengarang adalah metode Tah}li>li>. Dia menerjemahkan kitab
tersebut per-ayat, dengan diberi keterangan yang tercantum diantara ayat satu
dengan yang lain, untuk menjelaskan apa yang ayat tersebut maksudkan. Adapun
sistematika kitab al-Bayan ini terdiri dari empat jilid. Jilid pertama
mengandungi nas-nas ayat al-Qur’an mulai dari surat al-Fatihah sampai dengan
surat al-Nisa’ ayat ke-23. Disampung itu, dalam jilid pertama ini Ashiddieqi
memaparkan terlebih dahulu (sebelum penafsirannya) sebagian ‘Ulu>m al-Qur’a>n dan alternatif pemaknaan
–uraian kata dalam- kalimat dalam ayat Qur’an. Jilid ke II dimulai dari
an-Nisa’ ayat 24 sampai akhir surat Yusuf. Sedangkan jilid ke III dimulai dari
surat ar-Ra’d sampai akhir surat Ghafir. Dan jilid ke-IV mulai dari surat
Fushshilat sampai akhir surat an-Nas. Tak lupa juga, dalam jilid IV (jilid
terakhir dari kitab tafsir al-Bayan) Hasbi Ashiddieqi memberikan
keterangan tentang Ungkapan-Ungkapan Pokok Dari Isi al-Qur’an, berupaya untuk
mempermudah pembacanya memahami kandungan surat ataupun ayat al-Qur’an.
C.
Prinsip-prinsip
Penejemahan:
Prof. T.M. Hasbi Ashiddieqi
sendiri dalam al-Bayan jilid I, menerangkan beberapa prinsipnya dalam
menerjemahkan ayat al-Qur’an sebagai berikut:
a.
Menerjemahkan makna lafadh
dan menerjemahkan kalimat-kalimat yang ditakdirkan baik diawalnya,
dipertengahannya, ataupun diakhirnya.
b.
Menerjemahkan kalimat yang
mempunyai dua terjemahan dengan lengkap dengan menyebut terjemahan kedua dalam
tanda kurung. Misalnya, (........)
c.
Menerjemahkan lafadh-lafadh
yang ditakdirkan, atau yang merupkan kalimat-kalimat pelancar dalam dua streep.
Misalnya, -..........-.
d.
Menerjemahkan ma’na ayat
yang diterjemahkan lebih dari satu macam lantaran berlainan i’rob. Terjemahn
kedua diletakkannya di dalam noot. Diawali oleh perkataan: “dapat juga
diterjemahkan.............”.
e.
Menerangkan
pendapat-pendapat ulama dalam mema’nakan suatu ayat atau kalimat yang
berbeda-beda ditempat yang saya pandang perlu dan penting diberi perhatian
karena kuat dalihnya. Hal ini saya sebut di dalam noot.
f.
Menerjamahkan lafadh-lafadh
sifat Allah S.W.T yang se-wazan “fa’ul” yang memfaedahkan
“kebanyakan” dan “kesangatan” dengan mengawali terjemahannya dengan “yang
sangat” atau “yang sangat banyak” atau “yang maha”, seperti
“ghafur = maha pengampun” atau = “yang sangat pengampun”, atau = “yang banyak
menganpun”; lafadh-laadh yang sewazan fa’il, yang memfaedahkan tsubut =tetap
dan terus-menerus, bukan
menerangkan banyak atau sangat, saya awali terjemahannya dengan “yang
senantiasa”, atau “yang tetap”.
D.
Contoh penafsiran:
Ayat
ke enam dari surat al-Nas: مِنَ
الْجِنَّةِ وَالنَّاسِ (baik dari golongan jin maupun manusia). Baca:
ayat 112 QS. Al-An’am. Surat ini menerangkan bahwa insan mempunyai syaithan,
yaitu orang-orang yang jahat yang berjanji untuk memenuhi nafsu juragannya,
sebagaimana jin juga mempunyai tentara syaithannya. Maka masuk juga manusia
yang mengembangkan fitnah dalam masyarakat. Perlu ditegaskan bahwa ta’awudz
tidak cukup dengan ucapan lidah tetapi juga harus kita menjauhi hal-hal yang
kita berta’awwudz dari padanya.
Comments
Post a Comment