Oleh Ayik Heriansyah
Tahun 2017 tahun pertarungan sengit antara NU dengan kaum radikal. NU sebagai kekuatan sipil terbesar di Indonesia berada di garda terdepan menjaga NKRI. Harus diakui sejak republik ini berdiri, NU masih bersih dari segala macam kegiatan yang menganggu eksistensi negara. Dalam keadaan suka duka NU selalu bersama Indonesia secara lahir dan batin. Wajar jika pemerintah dan rakyat Indonesia menaruh kepercayaan penuh kepada NU ketika gerakan kaum radikal mulai menggeliat sejak 20 tahun yang lalu. Klimaks konflik terbuka NU dengan kaum radikal yang ingin mengubah NKRI menjadi Khilafah berbuah pembubaran HTI yang kemudian dikunci dengan dietujuinya Perppu Orman menjadi UU Ormas oleh DPR.
Logis jika NU, GP Anshor dan Banser menjadi sasaran kemarahan eks-HTI pasca dicabutnya badan hukum HTI oleh pemerintah dalam hal ini Kemenkumham. Dengan memanfaatkan blog dan media social, berbagai berita hoax, meme bernada pelecehan, potongan video yang tendesius serta opini-opini lepas yang tidak bias menyembunyikan kebencian yang dalam terhadap nahdhiyin berseliweran di dunia maya tanpa peduli benar atau salah informasi yang mereka viralkan. Barangkali perlawanan sengit NU, GP Anshor dan Banser terhadap HTI, jadi dalih mereka untuk menghalalkan segala cara dalam melakukan propaganda hitam. Bagi mereka memfitnah, berbohong dan mengadu domba , absah ditujukan kepada penghalang “dakwah”.
Propaganda hitam yang dimassifkan oleh eks-HTI terhadap NU, GP Anshor dan Banser bertujuan agar terjadi pelemahan di tubuh NU, jama’ah dan jam’iyah. Di samping untuk menciptakan aura kebencian kalangan umat Islam yang lain terhadap NU, GP Anshor dan Banser. Awalnya sempat terjadi kontraksi kecil di internal jama’ah NU tapi tampaknya makin lama, warganet mulai paham dan sadar ada niat busuk di balik share-sharean- yang mendeskriditkan NU, GP Anshor dan Banser oleh eks-HTI di dunia maya. Alhamdulillah warga
Comments
Post a Comment