KHILAFAH DAN MUWATHANAH

Oleh KH. Husein Muhammad

Runtuhnya sistem khilafah tahun 1924 itu telah menimbulkan kegoncangan luar biasa para pemimpin Islam. Mereka kebingungan dalam  merumuskan hubungan Agama dan Negara. Tak pernah terpikirkan bahwa kekuasaan politik kini berubah 180 derajat,  terbalik atau jungkir balik. Ia tidak lagi bersifat mondial melainkan harus dibatasi oleh geografis tertentu yang sah dan diakui. Kewarganegaraan seseorang didasarkan atas tempat dia dilahirkan, bukan yang lain. Sehingga tak ada lagi diskriminasi warga negara atas dasar agama, suku, ras dan sebagainya. Semua orang yang lahir di tanah air itu dengan identitas primordial apapun adalah warga negara yang memiliki hak-hak yang sama di depan hukum. Raja, putra/putri mahkota dan siapapun wajib tunduk kepada hukum.

Dalam negara bangsa itu tidak ada lagi pembagian wilayah menjadi : Dar al-Islam (Wilayah kaum muslimin), Dar al-Harb/Dar al wilayah-Kufr ( wilayah perang/kafir). Tak ada lagi sebutan "kafir dzimmi",(kafir yang dilindungi).

Rakyat tak lagi mau dibodohi dengan jargon : Khalifah adalah wakil Tuhan di muka bumi yang diberi hak untuk menyusun hukum dan menentukan hukuman. Mereka sadar bahwa manusia adalah sama, sebagai makhluk Tuhan. Tak ada keistimewaan seseorang, kecuali atas dasar ketaqwaan. Tidak ada keunggulan orang Arab daripada non Arab, orang kulit putih daripada orang kulit hitam. Oleh karena itu mereka punya kedaulatan dan kebebasan atas dirinya sendiri. Dalam negara bangsa kekuasaan ada di tangan rakyat. Merekalah yang menentukan arah negara dan bagaimana negara harus dijalankan. Pembentukan konstitusi sebagai hukum tertinggi dibuat oleh rakyat melalui mekanisme musyawarah, perundingan, diskusi dan sejenisnya. Orang menyebutnya demokrasi. Bukan ditentukan oleh seorang saja yang mengaku mendapat amanat Tuhan. Atau beberapa individu tertentu kecuali atas persetujuan rakyat. Pemimpin negara bangsa ditentukan berdasarkan pilihan rakyat melalui beragam mekanisme, antara lain parlemen, kongres atau pemilu langsung. Dan pemimpin harus mempertanggungjawabkannya kepada rakyat, bukan bebas tanpa pertanggungjawaban, sebagaimana raja.

Nah, begitulah. Maka betapa kacaunya situasi dunia terbalik itu, membingungkan, merusak kebiasaan dan kenikmatan privilese para pemimpin, membikin pusing kepala dan menjadikan mereka bisa miskin.

Pertanyaan pamungkasnya adalah : "mana yang Islamy : Khilafah atau Muwathanah(Nation State/Negara Bangsa)?.

BSD, Tangerang, 21.11.17
HM

Comments